Activity – Based Costing


Perubahan Lingkungan
Perubahan lingkungan perusahaan manufaktur adalah kecenderungan lingkungan yang semakin berubah, yaitu: teknologi maju dengan pesat, daur hidup produk semakin pendek, kerumitan produksi semakin meningkat, intensitas modal meningkat, jalur distribusi meningkat, standar kualitas yang dibutuhkan semakin meningkat, banyaknya produk dan diversifikasi produk meningkat. Perubahan lingkungan tersebut mengakibatkan proses produksi juga berubah.

Keterbatasan Sistim Akuntansi Biaya Tradisional
Perkembangan dalam otomatisasi pabrikasi membawa perubahan dalam penentuan harga pokok produk. Peningkatan pemakaian robot, mesin yang dijalankan komputer telah mengubah sifat pabrikasi dan mengubah komposisi biaya produksi. Pada lingkungan industri maju proses produksi dilakukan secara otomatis, porsi biaya tenaga kerja lebih kecil dari biaya keseluruhan sementara itu porsi BOP menjadi lebih besar. Biaya pemerolehan, biaya pemasangan, biaya perawatan, dan biaya operasi karena sifat dari teknologi pabrik, telah meningkatkan BOP secara tepat. Biaya yang digunakan tersebut dapat dikelompokkan sebagai biaya tidak langsung, yaitu: sebagai biaya pengendalian kualitas, biaya pemrograman komputer, biaya penanganan kesalahan, dan manajemen tingkat menengah. Biaya-biaya tersebut telah menjadi komponen utama dari total biaya produksi.
Jumlah BOP yang besar akan menimbulkan masalah dalam pengalokasian atau pembebanan ke produk. Masalah tersebut timbul apabila beberapa jenis produk diproduksi dalam satu fasilitas. Jika satu fasilitas hanya digunakan untuk memproduksi satu jenis produk, maka BOP tidak menjadi masalah. BOP per unit dapat dihitung dengan mudah, yaitu total BOP dibagi dengan jumlah produk. BOP merupakan biaya bersama jika satu fasilitas digunakan untuk memproses berbagai jenis produk. Masalah yang timbul adalah mengidentifikasikan jumlah BOP untuk masing-masing produk, penyelesaiannya adalah dengan mencari pemacu yang menyebabkan timbulnya biaya. Dalam akuntansi tradisional umumnya menganggap bahwa BOP yang dikonsumsi ada hubungan dengan jumlah unit yang diproduksi, yang diukur dalam JKL, Jam Mesin atau Biaya Bahan.
Pada lingkungan industri yang sangat otomatis, pembebanan BOP berdasarkan pada biaya tenaga kerja langsung (BTKL) akan menghasilkan pembebanan BOP yang tidak akurat karena BTKL tidak menunjukkan hubungan sebab akibat antara penerapan activity-based costing (ABC), yaitu penghitungan harga pokok produk (HPP) yang mendasarkan pada aktivitas.

Cost Driver
Akuntansi biaya tradisional, membebankan BOP ke unit produk individual dengan menggunakan Jam Kerja Langsung, atau Jam Kerja Mesin. Jam Kerja Langsung (JKL), biaya tenaga kerja langsung (BTKL), jam mesin, atau unit yang diproduksi, adalah dasar penerapan berdasar volume. Dalam Akuntansi Biaya secara tradisional, beranggapan bahwa BOP disebabkan oleh banyaknya unit produk yang diproduksi. Jadi yang dianggap menjadi pemacu BOP adalah adalah unit produk atau volume.
Anggapan bahwa biaya berubah sesuai dengan perubahan volume produksi, hanya benar untuk aktifitas yang dikaitkan dengan unit. Akan tetapi ada banyak biaya yang perubahannya tidak dipengaruhi oleh volume produksi, melainkan dipengaruhi oleh aktifitas. Sedangkan aktifitas menimbulkan biaya.
Pada bagian pembelian, biaya yang terjadi dipacu oleh jumlah frekuensi pemerosesan pesanan pembelian, oleh karena itu penanganan pemesanan merupakan pemacu biaya. Di bagian produksi, setiap jenis produk memerlukan ktu proses pengerjaan yang berbeda ada jenis produk yang memerlukan waktu proses singkat, sementara yang lain memerlukan waktu yang lebih lama. Pada kondisi seperti ini, jam mesin merupakan pemacu timbulnya biaya.
Kelemahan Pembebanan Berdasar Unit
Persamaan penentuan tarif BOP:
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa jika volume atau unit produksi semakin meningkat, maka tarif BOP per unit akan semakin menurun, dan semakin menurun pula BOP yang dibebankan ke tiap unit produk. Jika jumlah produksi sangat banyak, akan mengarahkan biaya per unit lebih rendah karena BOPt (BOP tetap) dibebankan oleh jumlah unit yang banyak.
Manajer perlu mengetahui berapa biaya produksi yang sesungguhnya dan berapa biaya penjualan yang sesungguhnya. Keseimbangan antara biaya produksi dan biaya pemasaran menjadi tidak penting dalam situasi dimana produksi ditingkatkan dalam rangka mengurangi biaya per unit. Produk tak terjual yang menempati gudang menunjukkan adanya manajemen biaya (cost management) yang tidak baik. Produk tak terjual mengandung biaya gudang, biaya asuransi, biaya penanganan, biaya perbaikan, dan biaya oportunitas.
Konsep activity-based costing secara sederhana adalah menyediakan informasi yang akurat tentang sumber daya overhead yang dikonsumsi oleh produk tertentu. ABC merupakan taksiran tentang biaya pemakaian sumber daya. Biaya pemakaian sumber daya, mengacu pada proses pembebanan jasa yang dikonsumsi oleh pemakai jasa. ABC mendasar pada anggapan bahwa jika produk mengonsumsi banyak sumber daya overhead (memakai banyak aktivitas), maka produk tersebut harus menanggung BOP yang lebih besar daripada produk lain yang hanya mengonsumsi sumber daya sedikit. Semakin banyak aktivitas yang dikonsumsi, maka semakin banyak BOP yang harus ditanggung oleh produk.
Tahap pembebanan BOP
Akuntansi Biaya Tradisional, dalam membebankan BOP melibatkan 2 tahap yaitu (1) BOP dibebankan ke unit organisasional (departemen), dan (2) kemudian BOP dibebankan ke produk. Sedangkan dalam sistem ABC, tahan yang pertama adalah mengusut biaya ke aktifitas di pusat kegiatan atau cost pool (bukan pembebanan ke unit organisasi), dan tahap yang ke-2 adalah pembebanan biaya ke produk. ABC menggunakan pemacu biaya aktifitas yang berdasarkan unit (unit-based activity driver) dan menggunakan cost driver yang berdasarkan pada non-unit (nonunit-based activity driver).

v Prosedur Tahap Pertama
1.     Penentuan aktifitas (mengidentifikasi aktifitas)
Misalnya: aktifitas pembelian bahan dan aktifitas pemeriksaan bahan. Pada tahap ini, perusahaan dapat menentukan activity driver yang berkaitan dengan setiap aktifitas dan menghitung tarip BOP per aktifitas individual.
2.     Aktifitas yang berkaitan, dikelompokan dalam kelompok aktifitas yang homogen.
Untuk mengurangi banyaknya tarif BOP, dan untuk menyederhanakan proses, aktifitas dikelompokan dalam kelompok yang homogen dengan mendasarkan pada karakteristik  :
a.       Aktifitas tersebut secara logika berkaitan, dan
b.      Aktifitas tersebut mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.
Kegiatan (aktivitas) sebagai pemacu biaya dapat dikelompokkan menjadi :
1. Unit-level activities , yaitu kegiatan yang dilakukan untuk setiap unit produk yang dihasilkan. Contoh : energi untuk menjalankan mesin, pemakaian bahan baku.
2.  Batch-level activities, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk setiap batch (kelompok) produk yang dihasilkan. Biaya yang terjadi bervariasi berdasarkan jumlah batch, bukan berdasarkan jumlah unit produk. Contoh : penyetelan (set up ) mesin, inspeksi untuk pengendalian kualitas, dll.
3.   Product sustaining activities (kegiatan berlevel produk), yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mendukung berbagai produk yang dihasilkan. Biaya yang timbul tergantung pada jumlah jenis produk yang dihasilkan. Contoh, penyusunan prosedur pengujian produk, perubahan teknis, penanganan spesifikasi produk, dll.
4.  Facilities sustaning activities, merupakan aktivitas yang diperlukan untuk mempertahankan proses produksi secara umum. Contoh: keamanan, penyediaan fasilitas, pemeliharaan, dll.
3.     Penghitungan biaya pool.
Biaya yang terjadi dalam perusahaan dikumpulkan dalam setiap pusat kegiatan, atau sering disebut sebagai cost pool. Biaya aktivitas yang telah dikelompokkan dijumlah untuk menentukan biaya setiap pool.
4.     Penghitungan tarif pool (pool rate).

v Prosedur Tahap Kedua
Pada tahap ini setiap BOP disetiap pool dibebankan ke produk. Penghitungannya dilakukan dengan menggunakan pool rate yang telah dihitung pada tahap pertama dan menghitung jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap roduk.
BOP dibebankan = Pool rate X pemakaian aktivitas

Contoh soal :
          PT Bangetmaju memproduksi 3 jenis produk. Perhitungan Harga Pokok Produk selama ini masih menggunakan secara tradisional. Mulai tahun ini PT Bangetmaju selain melakukan penghitungan secara tradisional juga melakukan penghitungan Harga Pokok Produk dengan menerapkan penghitungan atas dasar aktifitas. Data yang berkaitan dengan penghitungan Harga Pokok Produk untuk tahun ini disajikan sebagai berikut :
Produk
Unit
JKL
BTKL
BBB
BOP
Setups
Handles
Part
X
20 unit
30 jam
Rp    300
Rp    600
2 kali
2 kali
1 kali
Y
100 unit
150 jam
Rp 1.500
Rp 3.000
1 kali
1 kali
1 kali
Z
100 unit
70 jam
Rp    700
Rp 3.000
3 kali
3 kali
2 kali
Total

250 jam


6 kali
6 kali
4 kali
Jml biaya


Rp  2.500
Rp 6.600
Rp 6.200
Rp 3.300
Rp 3.000

          BOP yang terjadi di PT Bangetmaju dikaitkan dengan penyebab terjadinya biaya overhead, yaitu product line setups yang menunjuk pada jumlah berapa kali setiap jenis produk di set up, number of handles yang menunjuk pada jumlah berapa kali produk ditangani, dan number of part adalah jumlah bahan penolong yang dipakai dalam pemrosesan tiap unit produk.

          Dari kasus diatas, BOP dapat dibebankan berdasarkan pada aktivitas. Biaya harus dibebankan menurut aktivitas yang dikonsumsi. Tarif untuk tiap sati kali aktivitas dapat ditentukan dengan total biaya aktivitas dibagi dengan aktivitas yang dipakai tiap produk.
Tabel perhitungan:
AKTIVITAS
(A)
TOTAL BIAYA
AKTIVITAS
(B)
AKTIVITAS
DIKONSUMSI
(C)
TARIF PER
AKTIVITAS
(D) = B/C
Setups
Rp 6.200
6 kali
Rp 1.033,33
Handling
Rp 3.300
6 kali
Rp    550,00
Part Numbers
Rp 3.000
4 kali
Rp    750,00

          Kemudian penghitungan pembebanan BOP berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi oleh produk dilakukan dengan mengalikan jumlah aktivitas yang dikonsumsi dengan tarif per aktivitas.

Tabel Perhitungan :
AKTIVITAS (A)
TARIF
(B)
Produk X
Produk Y
Produk Z
(C)
(D) = BxC
(E)
(F) = BxE
(G)
(H) = BxG
Setups
Rp 1.033,33
2
Rp 2.066,67
1
Rp 1.033,33
3
Rp 3.099,99
Handling
Rp    550,00
2
Rp 1.100,00
1
Rp    550,00
3
Rp 1.650,00
Part
Rp    750,00
1
Rp    750,00
1
Rp    750,00
2
Rp 1.500,00
Total

5
Rp 3.916,67
3
Rp 2.333,33
8
Rp 6.249,99

Hasil perhitungan harga pokok per unit:
PRODUK
(A)
UNIT
(B)
BTKL
(C)
BBB
(D)
BOP
(E)
TOTAL HP
(F)=C+D+E
HP/UNIT
(G)=F/B
X
20 unit
Rp    300
Rp    600
Rp 3.916,67
Rp 4.816,67
Rp 240,83
Y
100 unit
Rp 1.500
Rp 3.000
Rp 2.333,33
Rp 6.833,33
Rp   68,33
Z
100 unit
Rp    700
Rp 3.000
Rp 6.249,99
Rp 9.949,99
Rp   99,50
Total
220 unit
Rp 2.500
Rp 6.600
Rp12.499,99
Rp21.599,99


          Dari tabel diatas nampak bahwa harga pokok produksi per unit untuk produk X jumlahnya = Rp 240,83 jumlah ini merupakan jumlah yang terbesar bila dibandingkan dengan produk lainnya. Sementara yang harga pokok per unitnya terendah adalah produk Y yang sebesar Rp 68,33.

Keuntungan Penggunaan ABC
1.     Meningkatkan kualitas pengambilan kepuutusan
Penerapan sistem ABC akan meningkatkan ketepatan pengambilan keputusan, karena penentuan harga pokok produk yang lebih informatif. Contoh, bila salah dalam penentuan harga jual, maka perusahaan tidak dapat bersaing dengan perusahaan lain.
2.     Aktifitas perbaikan secara terus menerus untuk mengurangi BOP
Penurunan BOP tersebut dilakukan dengan cara menerapkan perbaikan secara terus menerus (continous improvement). Apabila perusahaan menerapkan ABC, manajer akan memahami bahwa aktifitas akan memacu timbulnya baiya. Oleh karena itu aktifitas-aktifitas yang tidak ada nilai tambahnya (nonvalue added) harus dihilangkan. Dengan demikian akan memaksa manajemen untuk menyederhanakan operasi. Misalnya dengan mengurangi aktifitas penanganan persediaan, akan mengurangi biaya total.
3.     Memudahkan menentukan relevant 
Penerapan ABC akan memberikan kemudahan dalam memperoleh relevant cost untuk keputusan yang lebih luas. Misalkan, jika suatu keputusan yang diajukan akan menurunkan atau justru meningkatkan aktifitas yang ber-level batch, maka pembuat keputusan dapat memperkirakan penurunan atau peningkatan biaya yang akan terjadi.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About